Everything about green perspective
Haloo !! sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri saya. nama saya Kurniadi Setiabudi mahasiswa Hubungan Internasional fakultas Ilmu sosial dan Ilmu politik 2017 Universitas Budi Luhur Jakarta. disini saya ingin menuliskan tentang Green Theory dalam Hubungan Internasional. saya akan membahasnya satu persatu dari berbagai sumber yang saya peroleh. yang nantinya bisa kalian akses di bagian referensi saya dibawah.
Sebelum memebahas jauh mengenai teori hijau itu sendiri, yuk mari kita mengenal dulu apa itu teori hijau dalam hubungan internasional.mari kita berangkat dari sejarahnya terlebih dahulu
Sejarah
singkat Green theory
Merupakan teori
kontemporer. Green teori muncul pada tahun 1960an setelah perang dunia
ke-2. Adanya krisis lingkunganyang marak terjadi menjadikan politik
hijau memakainnya sebagai objek yang perlu diuji dan dikaji. Dalam green
teori tidak memiliki actor, terlebih tidak sedikit negara yang
tidak mengakuinya sepenuhnya tetapi
sejauh ini aktor yang cukup dominan dalam teori hijau adalah NGO yaitu WWF
Pemikiran
politik hijau penekanannya pada kebiasaan manusia modern menjadi asumsi
utama manusia modern dianggap penyebab kerusakan lingkungan. penganut green theory ini
menolak pandangan antroposentris yaitu sudut pandang yang mengedepankan atau
mengutamakan manusia. Penganut ini juga dimana melihat manusia di dunia ini
terlalu egois dan memetingkan diri sendiritidak mengindahkan kerusakan
lingkungan
Tiga defnisi karakter
green political theory
1.
Eckersley karekter Green politics adalah
ekosentrisme. /kosentrisme adalah penolakan pandangan dunia
antroposentrisme yang menempatkannilai moral hanya pada manusia dan
mendukung pandangan yang menempatkan nilai bebas juga pada ekosistem dan
semua makhluk hidup.
2.
Goodin karakter Green politics adalah etika sebagai inti Green politics dan nilai
menjadi inti teori Green Politics. Sumber nilai adalah dalam benda adalah fakta
bahwa mereka memiliki sejarah pernah diciptakan oleh proses alam
bukan diciptakan manusia.
3. Dobson : dua karakter Green politics adalah:
a. Penolakan antroposentrisme, seperti yang
dikemukakan Eckersley dan
b.Batas untuk pertumbuhan hasil telaahan
para pakar dunia terkemuka analisis pada tataran global dan menggunakan modelling dan simulation
Teori Hijau melihat bahwa negara bukanlah satu-satunya yang
memiliki kekuatan untuk menangani permasalahan lingkungan. Negara haruslah
mengambil perannya dengan bekerjasama dengan negara lain untuk menangani isu
lingkungan.
Menurut Rudolf Bahro, pemimpin kharismatik Partai Hijau Jerman‚
tidak ada keselamatan tanpa pembongkaran kompleksitas‛. Jadi, mereka menekankan
pembangunan teritorial dengan fokus lokal, yang kurang lebih sehaluan dengan
tradisi pembangunan civil society.
Hal ini tentu sesuai dengan slogan yang didengung- dengungkan
oleh gerakan politik hijau sendiri, yaitu ‚Think Globally, Act Locally!‛.
Dalam perspektif ini, mereka indepen- den secara artifisial dari
batasan-batasan nasional. Mereka menamakan hal ini dengan anti-statist. Akan
tetapi menjadi anti-statist bukan berarti sama dengan menjadi
‛internationalist‛, seperti yang terjadi pada konferensi Stockholm yang
menginginkan adanya organisasi internasional yang kuat untuk bisa melindungi
dan mengatasi permasalahan lingkungan global.
Sebaliknya, pemikiran hijau lebih fokus pada bagaimana
merekonstruksi world order tanpa harus membuat Negara- bangsa yang lebih besar
dan lebih kuat. Karakter pemikiran Hijau yang anti-statisme didasarkan pada
usulan yang tidak menginginkan adanya institusi politik suprastate yang kuat
tetapi lebih menginginkan untuk meminimalisir kekuasaan negara dengan menyerahkan
kekuasaan pada unit yang lebih kecil, yang diroganisir oleh bioregions atau
sejenisnya. Oleh karena itu, pandangan ini yang menjadikan pemikiran hijau
memiliki slogan ‚ think globally, act locally‛.
Lebih lanjut, Teori Hijau—dalam Hubungan internasional disebut
dengan Teori Hijau Hubungan Internasional (Green IR Theory)—memiliki
karakteristik yang kurang lebih sama dengan teori-teori HI yang baru muncul.
Teori-teori baru tersebut dikenal dengan third debate paragdim (juga
kadang-kadang disebut sebagai ’fourth debate).
Asumsi
Teori Hijau
Paterson (dalam
Burchill, 2001) menjelaskan bahwa Green Politics atau Teori Hijau juga memiliki
asumsi-asumsi yang mendasarinya. Asumsi yang pertama yakni kaum ini lebih
mengacu terhadap penolakan konsep anthropocentric atau human-centered.
Konsep yang dimaksud yakni bahwa segala kebaikan yang ada di alam hanya
berpusat pada manusia, sehingga adanya konsep anthropocentric ini
akan membuat manusia cenderung untuk bertindak eksploitatif dengan berlebihan
terhadap alam untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia itu sendiri. Oleh karena
itu, perpektif teori hijau ini menolak akan konsep anthropocentric tersebut
karena dianggap merugikan kondisi alam.
Asumsi yang kedua yakni
pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat akan mengakibatkan lahan yang ada
di alam semakin berkurang karena dijadikan tempat tinggal. Selain itu, semakin
bertambahnya populasi manusia juga akan berpengaruh terhadap sumber daya alam
yang ada di alam. Oleh karena itu, pembangunan lahan dan pengolahan sumber daya
alam harus disesuaikan serta harus dirawat dan dilestarikan agar kelestarian
lingkungan tetap terjaga dengan baik dan tidak merugikan lingkungan.
Asumsi yang ketiga
yakni konsep desentralisasi. Teori ini mempercayai bahwa jika dalam suatu
negara terdapat banyak anggota penduduk didalamnya maka untuk mencapai
lingkungan yang lestari atau perbaikan lingkungan tidak akan terwujud,
dibutuhkan komunitas yang lebih kecil atau pendesentralisasian dalam mewujudkan
perbaikan lingkungan. Teori ini beranggapan bahwa dengan adanya komunitas lokal
yang lebih kecil dari negara maka diharapakan dapat memberikan perlindungan dan
perawatan terhadap lingkungan (Paterson dalam Burchill, 2001: 238).
Asumsi
selanjutnya adalah batas-batas pertumbuhan (limits to growth), politik hijau
berpandangan bahwa terdapat batas-batas tertentu bagi manusia untuk mengadakan
perkembangan dan pertumbuhan. Politik hijau fokus pada ekonomi politik dan
ketidakadilan struktural yang melekat dalam ekonomi kapitalis modern juga
berfokus pada teori marxis dan teori ketergantungan (Dugis 2013). Perkembangan
yang dilakukan seperti perkembangan ekonomi dan pertumbuhan penduduk
mengakibatkan adanya krisis yang saling berhubungan. Menurut Dobson (dalam
Burchill&Linklater 2009) terdapat tiga argumen penting yakni bahwa
teknologi tidak dapat mencegahnya pada titik tertentu walaupun dapat menunda
krisis tersebut, peningkatan pertumbuhan dapat mengakibatkan bencana dan adanya
hubungan anatara berbagai permasalahan
Kritik
Green Theory terhadap negara
Politik hijau
menganggap bahwa negara merupakan bagian dari dinamika masyarakat modern yang
menyebabkan krisis lingkungan saat ini (dalam Burchill&Linklater 2009,
345). Politik hijau mengusulkan untuk meninggalkan sistem praktek kedaulatan
tradisional menuju suatu otoritas yang beragam. Jika demikian, aktor dalam
politik hijau bukanlah negara. Aktor yang dalam pandangan ini adalah
organisasi-organisasi non-negara seperti gerakan lingkungan Greenpeace, WWF,
dll. Organisasi tersebut memakai pandangan politik hijau untuk menghadapi
krisis lingkungan yang terjadi. Tidak terbatas pada isu lingkungan, politik
hijau juga memiliki tujuan atas ketidakadilan yang terjadi.
Fokus
Green Theory
Teori politik hijau
juga memiliki fokus mengenai menciptakan sebuah keadilan. Keadilan yang
dimaksudkan adalah yakni melalui adanya perhatian krisis lingkungan yang tidak
merata di dunia. Dengan mengekspos wilayah-wilayah yang tidak memiliki
kebutuhan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya diharapkan
menyadarkan manusia bahwa masih terdapat ketimpangan sumber daya bagi
masyarakat lainnya. Contohnya adalah adanya krisis pangan yang terdapat di
Afrika karena krisis lingkungan yang terjadi mengakibatkan tidak meratanya
kesejahteraan yang ada. Hal tersebut dapat membuka wawasan masyarakat dunia
bahwa isu lingkungan dan krisisnya sangat perlu untuk diperhatikan agar dapat
menciptakan sebuah kesejahteraan dan keadilan.
Kesimpulan
Dari berbagai
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa politik hijau memiliki dua asumsi
dasar yakni mengkritik antroposentris dan menjadikannya sebuah ekosentrisme,
dan adanya batasan untuk pertumbuhan. Politik hijau mendapat banyak kritik karena
dinilai belum dapat berkembang dan para praktisinya tidak konsisten dalam
mengembangkan teori politik hijau. Namun terlepas dari kritik tersbeut, teori
politik hijau tetap dapat berkontribusi dalam Hubungan Internasional yakni
dengan mengangkat isu lingkungan yang dapat dijadikan sebagai sebuuah kajian
dalam memandang sebuah fenomena dalam Hubungan Internasional. Teori poltik
hijau membuka wawasan para praktisi Hubungan Internasional agar memberikan
perhatiannya terhadap isu lingkungan, tidak terbatas hanya maslaah politik,
perang dan pandangan tradisionalis lainnya
Referensi
http://irisds-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-81545-SOH%20201%20Teori%20Hubungan%20Internasional-THI%20Individu%2010%20%20%20Teori%20Politik%20Hijau%20dalam%20Hubungan%20Internasional%20%20.html
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-teori-politik-hijau-green-political-theory/5618/2
Jackson, Robert &
Sorensen, G. 1999. Introduction to International Relations. Oxford
University Press.Paterson, Matthew. 2001. In: Scott Burchill, et al, Theories
of International Relations, Palgrave, pp. 277-307.
http://mochamad-arya-seta-fisip14.web.unair.ac.id/artikel_detail-139042-Teori%20Hubungan%20Internasional-Green%20Politics%20dan%20Teori%20Hijau%20dalam%20Hubungan%20Internasional.html
Komentar
Posting Komentar